Senin, 26 Mei 2014

Kampung Halamanku Yang Suram

0komentar


Desa Teluk Pinang di Indragiri Hilir, disana lah kampung halaman tempatku dilahirkan yang begitu suram dan membosankan menurutku. Ya benar, ada beberapa alasan yang membuatku berpikiran seperti itu. Tidak seperti banyaknya orang yang biasanya mengagumi kampung halaman dan selalu berharap besar untuk segera kembali bila hidup diperantauan orang, sebaliknya aku malah tidak berkeinginan dan mungkin hanya sedikit rasa rindu untuk pulang ke kampung halaman. 

Pertama, aku tidak bisa menikmati listrik secara penuh 24 jam dibanding saat aku tinggal di perantauan. Hanya 14 jam aku bisa menikmati listrik , mulai dari jam 5 sore hingga 7 pagi. Begitu membosankan, aku tak bisa menonton acara favoritku di televisi, belum lagi baterai handphone yang meminta untuk diisi ulang. Kedua, tidak ada tempat hiburan yang bisa dituju. Hidup di perantauan membuat diriku bisa mengunjungi tempat-tempat yang bisa mengganti kebosanan dengan hal yang menyenangkan . Bila dibandingkan di kampung halamanku, aku hanya bisa bermalas-malasan di kamar jika benar-benar tidak ada pekerjaaan yang diminta oleh kedua orang tua. Begitu membosankannya kampung halamanku . 

Kuakui memang lebih banyak kebosanan, tapi tetap ada alasan yang membuat tubuh ini tetap kembali di kampung halaman. Pertama tentunya kerinduan dengan kedua orang tuaku, selanjutnya acara reuni teman-teman di saat masa putih abu-abu. Mereka bisa menjadi hal yang menyenangkan saat aku kembali. Tentu bagi semua orang yang hidup di perantauan orang, aku yakin itu juga menjadi alasan mereka kembali ke kampung halaman mereka. Mereka semua tetap menjadi alasan yang kuat untuk kembali ke desaku, desa Teluk Pinang.

Intinya meskipun ada yang menarik desa tempatku dilahirkan, tetap lebih banyak hal yang membosankan disana. Begitu banyak hal yang membosankan sehingga membuatku lebih memilih tetap tinggal di perantauan . Dari soal listrik sampai masalah-masalah kecil lainnya yang membuat kejenuhan . Begitu suramnya, aku lebih memilih tetap tinggal di perantauan , meskipun mendapatkan jatah libur sampai 14 hari.  Ya begitulah sebuah desa yang didalamnya lebih penuh dengan kesuraman, kejenuhan dan juga kebosanan.

 

Ahmadi Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates