Minggu, 15 Juni 2014

Pidato "Keseimbangan Anak Dengan Gadget"

0komentar


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Yang terhormat
Bapak dosen pengampu, Ari Satria S.Pd. Yang terhormat teman-teman mahasiswa dan mahasiswi PBI 2A, UIN SUSKA RIAU.

Sebelum saya memulai
menyampakan pidato, saya ingin mengajak kalian semua untuk senantiasa  bersyukur kehadirat Allah yang maha kuasa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kita bisa berkumpul di tempat yang diberkati ini. Dan juga saya tidak lupa untuk mengajak semuanya turut serta memanjatkan sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari jaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti yang kita nikmati sekarang.

Hadirin yang terhormat
. Bapak dosen pengampu dan teman-teman semuanya.

Pada hari ini, di kesempatan
yang sangat berbahagia ini, saya ingin menyampaikan sebuah pidato tentang “keseimbangan anak dengan gadget”. Pidato yang saya akan sampaikan merupakan keluh hati saya terhadap anak-anak yang semakin hari semakin diperbudak oleh gadget dan teknologi. Semoga di hari yang cerah ini, saya ingin mengajak bapak dan teman semuanya untuk bisa selalu turut serta dalam menuntun anak, adik maupun saudaranya yang masih kecil untuk tidak terlalu diperbudak oleh gadget.

Sadar atau tidak, kita hidup di dunia ini bergantung pada
teknologi dan karena itu juga lah anak-anak bebas untuk memilih permainannya dan gadget masuk sebagai mainan modern yang menyajikan pilihan yang lebih mudah dan dengan jenis permainan yang beragam pula. Oleh karena itu, permanan tradisional yang dulu kita kenal secara tidak langsung mulai tergeser keberadaannya.

Beberapa tahun kebelakang, tentunya kita pernah mengalaminya sendiri ketika
bermain petak umpet, permainan terasa lebih menyenangkan dengan interaksi sesama teman seusia. Tetapi lihatlah sekarang, anak-anak telah ketagihan gadget dan mereka bisa menghabiskan waktunya seharian di kamar untuk bermain mainan favoritnya. Tanpa interaksi yang sangat memungkinkan mempengaruhi kepribadian sang anak. Hal ini bisa seperti anak yang mungkin menjadi “pakar SMS” , tapi miskin berkomunikasi saat bertatap muka secara nyata.

Beberapa tahun kebelakang, tentunya kita pernah mengalaminya sendiri ketika
saling kejar-kejaran, tanah, batu, ranting kayu dan benda-benda lainnya kini tinggal legenda usang yang hanya bisa kita nikmati sebagai sebuah kenangan.

Hadirin yang terhormat
. Bapak dosen pengampu dan teman-teman semuanya.

Saya yakin pengalaman-pengalaman itu pernah dialami oleh semua orang di sini. Sadarlah
bahwa kita lebih menikmati masa kecil yang seperti itu. Nah, peran kita lah sebagai orang tua, kakak maupun saudara bagi si anak untuk selalu bisa mengingatkan penggunaan gadget. Kita harus bisa membimbing dan mengontrol demi keseimbangan antara anak dan gadget.

 Jika kita terus mengabaikan itu, bencana yang kita tidak pernah bayangkan akan pasti datang mengingatkan. Jadi apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki fenomenal seperti ini? Saya berdiri di sini bukan hanya untuk mereport kondisi miris-kritis lingkungan kita saja, saya pribadi juga ingin mengajak untuk melakukan beberapa tidakan yang sebenarnya kecil dan mudah kita lakukan. Dimulai dengan membatasi jam bermain anak dengan gadget agar kita bisa melakukan aktivitas sosial lan seperti bermain, temani anak dalam berkembangnya dan seimbangkan perkembangan psikologis anak dengan tuntunan dan nasehat.  Hal-hal tersebut ayo kita bina dari sekarang. Hal-hal kecil tersebut merupakan investasi besar untuk generasi mendatang.

Kita tahu pilihan yang salah dalam gadget akan menuntun anak kepada hal-hal yang negatif, karena itu mari bersama-sama kita menyeimbangkan penggunaan gadget pada anak.  Sebenarnya itu yang saya ingin ungkapkan. Pidato yang saya sampaikan bukanlah apa-apa dibandingkan tindakan kita selanjutnya. Terima kasih banyak atas perhatiannya, mohon maaf jika ada salah kata.


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Senin, 26 Mei 2014

Kampung Halamanku Yang Suram

0komentar


Desa Teluk Pinang di Indragiri Hilir, disana lah kampung halaman tempatku dilahirkan yang begitu suram dan membosankan menurutku. Ya benar, ada beberapa alasan yang membuatku berpikiran seperti itu. Tidak seperti banyaknya orang yang biasanya mengagumi kampung halaman dan selalu berharap besar untuk segera kembali bila hidup diperantauan orang, sebaliknya aku malah tidak berkeinginan dan mungkin hanya sedikit rasa rindu untuk pulang ke kampung halaman. 

Pertama, aku tidak bisa menikmati listrik secara penuh 24 jam dibanding saat aku tinggal di perantauan. Hanya 14 jam aku bisa menikmati listrik , mulai dari jam 5 sore hingga 7 pagi. Begitu membosankan, aku tak bisa menonton acara favoritku di televisi, belum lagi baterai handphone yang meminta untuk diisi ulang. Kedua, tidak ada tempat hiburan yang bisa dituju. Hidup di perantauan membuat diriku bisa mengunjungi tempat-tempat yang bisa mengganti kebosanan dengan hal yang menyenangkan . Bila dibandingkan di kampung halamanku, aku hanya bisa bermalas-malasan di kamar jika benar-benar tidak ada pekerjaaan yang diminta oleh kedua orang tua. Begitu membosankannya kampung halamanku . 

Kuakui memang lebih banyak kebosanan, tapi tetap ada alasan yang membuat tubuh ini tetap kembali di kampung halaman. Pertama tentunya kerinduan dengan kedua orang tuaku, selanjutnya acara reuni teman-teman di saat masa putih abu-abu. Mereka bisa menjadi hal yang menyenangkan saat aku kembali. Tentu bagi semua orang yang hidup di perantauan orang, aku yakin itu juga menjadi alasan mereka kembali ke kampung halaman mereka. Mereka semua tetap menjadi alasan yang kuat untuk kembali ke desaku, desa Teluk Pinang.

Intinya meskipun ada yang menarik desa tempatku dilahirkan, tetap lebih banyak hal yang membosankan disana. Begitu banyak hal yang membosankan sehingga membuatku lebih memilih tetap tinggal di perantauan . Dari soal listrik sampai masalah-masalah kecil lainnya yang membuat kejenuhan . Begitu suramnya, aku lebih memilih tetap tinggal di perantauan , meskipun mendapatkan jatah libur sampai 14 hari.  Ya begitulah sebuah desa yang didalamnya lebih penuh dengan kesuraman, kejenuhan dan juga kebosanan.

 

Ahmadi Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates